Halaman

Kamis, 04 Oktober 2012

Cerpen : PIANO OH, PIANO….


PIANO OH, PIANO….
Namaku Aribah, kata orang nama itu aneh. Tapi eits, artinya keren lho! Aribah dari bhs.arab yang berarti pandai. Tapi entah kenapa aku tidak pandai dalam bermain piano. Semenjak aku melihat kakak kelas yang memainkan piano pada hari senin, aku terkagum-kagum pada piano. Setiap hari senin aku selalu menantikan kakak kelas itu bermain lagu syukur. Jari-jarinya sangat lentur menyentuh piano. Aku menjadi tertarik dan ingin belajar piano. Di sekolah ada Pak Rendra guru yang mengajarkan kakak kelas itu. aku menghampirinya dengan gugup.
“Pak, boleh aku belajar piano sama bapak?”
“Mmp, belajar saja sama Kang Windra.. soalnya bapak sibuk”
“Yah.. pak, tapi Kang Windra juga sibuk..”
“Lain kali aja yah!”
Ku kecewa sekali mendengarnya. Setiap saat ku selalu memandang ruangan seni yang terdapat piano. ‘pianoku kapan ku menyentuhmu..’ gumamku dalam hati. Semakin hari semakin memuncak kecintaanku pada piano. Ku selalu menceritakan hal ini pada teman-teman tapi mereka selalu bilang ‘sabar yah, ribah’. Hari selasa ruangan seni kosong. Seperti biasa, aku memandang piano daari luar. Tapi aku lihat ada seorang laki-laki yang sedang memainkannya. Dengan sigap ku bersembunyi dan mendengar lantunan nada yang indah. ‘Piano sayang, maaf yah kali ini aku tidak bisa melihat terlalu lama’. Sebulan kemudian, aku kembali membujuk Pak Rendra. Tapi beliau ingin aku belajar pada anak didikannya. ‘Aku kan malu’ sahutku dalam hati.
          Hari sabtu, aku kembali melihat piano tersayang, tapi kali ini aku ketahuan oleh laki-laki itu dan segera melarikan diri. Keesokan harinya, teman-teman bilang ada seorang laki-laki yang mencariku di luar kelas. Ku keluar dengan perasaan gugup.
‘Ini ribah?’
‘I..ya, ada apa yah?’ sahutku gugup
‘Perkenalkan namaku Zaky  kelas XII-IPA 2. Kamu kemarin yang ngintip di ruangan seni yah?’
‘Iya kak! Maaf…’ ‘aduh, aku malu banget’ sahutku dalam hati
‘Kenapa kau mengintip?!’
‘A,,aku gak ngintip kok! Aku cuman lihat-lihat saja ruangan seni! Emang gak boleh yah?!’
‘Gak, kau mencurigakan! Kalau mau belajar piano bisa belajar padaku’
‘Aku cuman lihat saja’
Semenjak saat itu aku tidak lagi melihat piano impianku karena takut ketahuan oleh Kang Zaky. Tapi aku penasaran kenapa Kang Zaky bicara belajar piano? Apa dia tahu.. Setiap hari rasanya hampa tanpa melihat piano. Huh, hati ini kangen pada piano tersayang. Hari itu ku bertekad ingin melihat piano. Beragam alasan sudah dipersiapkan. Sesampainya di ruangan seni, terlihat sepi. ‘Pianoku sayang, aku sudah lama gak lihat kamu!’ sahutku sambil mendekat ke jendela ruangan. Tiba-tiba ada suara dari belakangku..
‘Aduh, segitunya pada piano! Kalau gituh yuk kita ke ruangan seni!’ sahut Kak Zaky menarik tasku
‘Ta..tapi aku cuman lihat saja!’ sahutku yang cuman alasan
Di ruang seni Kang Zaky mengajariku. Aku mencoba menekan piano. Rasanya sennnnnnang tak terkira (kata n kebanyakan! Maklum saking senang). Setiap hari aku selalu belajar piano dengan Kang Zaky. Oh ya, aku belajar piano diam-diam dan tak ada yang mengetahuinya termasuk Pak Rendra. Ternyata dia tahu aku suka piano dari teman kelasku! Lama kelamaan aku dan Kang Zaky menjadi akrab.
          Suatu hari, kakak kelas yang biasa main piano sakit. Pak Rendra menyuruh Kang Zaky, tapi Kang Zaky member kesempatan hal itu kepadaku. Aku berulang kali menolaknya, tapi dia terus membujuk dan merayuku ‘Ayolah kasihan piano tersayangmu itu nangis!’. Dengan perasaan gugup aku mulai memainkan nada. Ketika lagu syukur aku tarik nafas dan memainkan piano dengan perasaan dan penghayatan. Selesai upacara, aku mendapat pujian dari Pak Rendra dan segera pergi ke taman. Di taman aku menangis tersedu-sedu, Kang Zaky menghampiriku..
‘Ada apa? Bukankah seharusnya kau bahagia?’
‘Aku bahagia sampai menangis karena terharu!’
‘Oh… kau berlebihan!’
‘Apapun yang kau katakan tapi aku senang bisa memainkan piano lagu syukur’
          Pulang sekolah Kang Zaky menembakku di ruang seni. Aku mengangguk dan tersenyum..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar