Halaman

Sabtu, 06 Oktober 2012

Cerpen : “Untuk Orang yang ada di sana”



“Untuk Orang yang ada di sana”
            
                Entah kenapa langkahku terhenti pada sebuah pemandangan yang tak asing bagiku. Pemandangan yang sangat luas dan dipenuhi bunga tulip yang indah. Iya, aku sedang berada di bukit yang dekat dengan panti asuhan. Tubuh ku baringkan di bukit yang indah ini. Mata melihat awan yang bergumpal-gumpal seperti kapas. Aku sangat menikmatinya. Tiba-tiba suara tawa yang khas membuat suasana yang tenang menjadi pecah. Kepala ku miringkan ke kanan dan ternyata sesosok wanita ada dihadapanku. Dia terlihat ceria dan senyumannya sangat manis.
“Aku kira itu bukan pertanda baik! Aku tak percaya dengan perkataan orang-orang dulu!”
“Meski begitu, tapi aku senang sekali bisa diterima cintanya oleh pujaan hatiku!”
“Aku tetap gak percaya. Kamu ini bodoh yah! Pakai dong logika!” sahutku tertawa kecil
“Bodoh?  Enak aja, aku pinter tahu!”
“Kata siapa….?” Sahutnya sambil berdiri dan siap berlari
Aku yang marah mengerjarnya. Bagiku, dia seperti malaikat yang selalu menghiasi hari-hariku menjadi indah. Tetapi kadang aku begitu sebal dengan sikapnya yang terlalu nyaman padaku sehingga tak ada batasan perkataan yang tak enak dihati. Sosok yang periang, cerdas dan semangat. Dia adalah sahabatku, Hana.
            Pagi-pagi aku lari ke sekolah. Kali ini, aku tidak sendiri. Hana dan aku juga kesiangan. Untungnya ketika sampai di depan gerbang belpun berbunyi. Tak terasa sudah istirahat, aku mencari bekal makanan. Tetapi tidak ada! Aku keluarkan semua buku pelajaran tetap tidak ada! Aku cemas dan hawatir. Kemudian, Hanna datang menghampiriku..
“Ayo makan! Itu tempat makananmu sudah aku bawa dari tas! Aku sudah mengambil jatah daging”
“Kamu ini! Aku cemas mencari tidak ada di tas!”
“Iya maaf, tapi aku tak sabar memakan daging. Kan kau sudah janji bahwa setiap hari rabu kamu akan memberi jatah daging ayam”
“Aku hawatir kalau hilang tidak ada lagi tempat bekal yang ku miliki!”
Aku dan Hana pergi ke kantin. Disana terlihat leluasa, tak seramai menit-menit yang lalu.
“Em… enak! Maknyos!” Hanna siap memasukan nasi lagi ke dalam mulutnya
“Oh iya, apa cita-citamu?” tanyaku
“Entahlah aku begitu bingung. Tetapi aku ingin pergi ke luar negri dan mencari ibuku yang hilang. Kalau kamu?”
“Aku ingin menjadi seorang jurnalis dan mencari informasi tentang ayahku yang katanya masih hidup”
Aku dan Hanna seorang anak yatim piatu. Kami tinggal di sebuah yayasan. Menurut yayasan, aku ditemukan saat kecelakaan perahu. Ibuku meninggal saat menyelamatkanku, sementara ayah diduga melarikan diri dengan perahu boat dan entah kemana. Hanna juga anak yatim piatu. Dia tertinggal di bandara saat ibunya akan naik pesawat amerika.
            Bel berbunyi, tandanya pulang. Aku melihat mading yang dipenuhi murid-murid. Dan setelah ku dekati, ada sebuah informasi tentang pertukaran pelajar amerika.
“Apa kau mau ikut?” sahutku lirih
“Enggak. Aku tak mau meninggalkanmu!” senyumnya ceria
            Sebulan kemudian, aku sedang marah kepada Hana. Aku memilih tidak berangkat bersama dia. Sesampainya di sekolah, aku melihat bangku Hanna masih kosong. Tapi aku tak boleh lagi peduli sama dia!
            Bel berbunyi panjang, tandanya pulang. Aku berlari ke yayasan. Di depan sesosok wanita yang selalu ku anggap ibu menghampiriku.
“Nak, apa kau tidak tahu bahwa Hana pergi ke amerika?”
“Apa? Kapan? Aku tidak tahu!”
“Kau yakin tidak tahu?”
“Tidak bunda, sudah dua hari aku bertengkar dengannya!”
“Dia mengikuti pertukaran pelajar. Tetapi siang tadi, aku mendengar kabar bahwa kapal yang dia tumpangi kecelakaan!”
“Apa?? Terus bagaimana dengan Hana”
“Pesawat yang Hana tumpangi oleng dan terjatuh. Semua penumpang telah meninggal” sahutnya sambil menangis
Aku menangis tersedu-sedu. Aku begitu menyesal saat membuat amarahnya terpancing.
Sebuah suara muncul begitu saja “Hey, kenapa kau disana? Ayo kita makan bersama”
            Aku lihat dia adalah pacarku. Setelah kejadian itu, tak sengaja aku dan dia bertemu. Kami menjadi akrab dan akhirnya lelaki yang aku sukai menembakku. Aku ingin Hana melihat lelaki itu. Tak terasa, pikiranku sudah terbawa jauh oleh angin. Sekarang, aku tahu jika Hana adalah orang yang ku sayangi. Dan sekarang aku tahu jika aku sedang sangat merindukannya.
“Hana…aku sangat sangat rindu kamu… terimakasih atas kasih sayangmu padaku. Selamat tinggal….” teriakku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar