Halaman

Sabtu, 06 Oktober 2012

Novel: Bab 1 Cara cepat keluar dari rumah



12-02-2012
Cara cepat keluar dari rumah
              Suasana rumah kali ini, sangat panas. Ibuku terus membuka mulutnya dan mengeluarkan kata-kata yang sangat pedas. Aku beserta ayahku yang jadi korban kali ini. Aku dimarahi karena sifat pemalasku dan ayahku di marahi karena dari tadi sibuk di depan komputer. Seluruh badanku bukannya menyesal tapi malah kesal atas amarah ibu. Telinga sudah bosan mendengar ibu mencelaku berulangkali. Aku selalu menjadi daftar orang yang diomel ibu. Hatiku selalu panas bahkan terkadang suka menangis dan menjadi mengamuk karena dibandingkan dengan kakak perempuanku.
              Hari ini aku menghela nafas, akhir-akhir ini ibu selalu mengomel. Dan ayahku yang selalu diam tiba-tiba membela dirinya sendiri. Perang di rumahpun terjadi. Aku sendiri hanya mengernyitkan kening dan segera berangkat sekolah.
              Di sekolah, aku melamun karena aku baru ingat ujian telah selesai bahkan semua murid cemas menunggu hasil ujian. Tidak denganku, aku bingung melanjutkan sekolah kemana. Kelima sahabatku terus menawari untuk masuk ke SMP yang mereka anggap bagus. Tiba-tiba aku ingat atas suasana rumah yang sangat ku benci bahkan aku ingin kabur dari rumah. Tapi tidak mungkin aku melakukannya. Karena ibuku bilang jika aku kabur, toh kalau lapar juga akan balik lagi. “Bagaimana caranya agar aku bisa kabur dari rumah?” batinku berperang dan otakku melayang-layang mencari jawaban. Tiba-tiba aku ingat A isan, kakak laki-lakiku yang lulusan Mts.PPI 03 Pameungpeuk. “Ya, pameungpeuk” batinku senang.
              Pameungpeuk-Banjaran-Kab.bandung selatan. Tepat di sana, ada sebuah rumah yang besar di sisi jalan. Rumah itu milik nenekku yang sudah ditinggal suaminya dua tahun yang lalu. Tak jauh dari rumah nenek, ada sebuah sekolah islam yang bertuliskan Mts. Pesantren Persatuan Islam 03 Pameungpeuk atau suka disingkat Mts PPI 03 Pameungpeuk. Setahuku, almarhum kakekku sendiri yang membangun Pesantren bahkan menurut ibu, tanah yang dibangun pesantren itu adalah tanah wakaf kakekku sendiri! Luar biasa bukan? Kakekku memang hebat jiwa sosialnya sangat tinggi.
              Sepulang ke rumah, ada A Iwan yang sedang duduk di ruang TV.
“Irma, ujian kan sudah beres mau melanjutkan kemana?” sahutnya yang melihatku dari pintu rumah.
Aku mendekat ke arah kakakku dan ikut duduk disampingnya. A Iwan adalah anak cikal yang paling aku sayangi.
“Mau ke pameungpeuk seperti A Isan dan Teteh” 
“Yang bener?? Jangan atuh! Lebih baik ke SMP seperti aa..”
“Bener Irma mau ke Pameungpeuk?” Tanya Ibu yang mulai ikut nimbrung dalam obrolan
“Iya Mah. Soalnya aku pengen nyobain  tinggal di rumah nenek beserta bibi”
“Kalau gitu biar Mamah telepon nenekmu. Pasti nenekmu gembira mendengar hal ini. Karena ada temen di rumah” Ibu sambil meraih ponselnya
“Jangan!!! Mending ke SMP yang rame dan seru. Pusing sama pesantren banyak pelajarannya!”
“Kamu yakin? Kamu kan pemalas, belum lagi di Pesantren banyak hapalan?” Tanya ibuku lagi
“Yakin! Pokoknya aku ingin ke Pameungpeuk nemenin Bibi” sahutku berkilat. Padahal aku ingin keluar dari rumah ini.
“Baguslah! Mamah mendukung keinginanmu!”
A Iwan tampak diam, mungkin kakakku kesal atas keputusanku yang sudah bulat. Aku rasa mungkin A Iwan kecewa karena tak ada adiknya yang mengikuti jejak sepertinya. Aku sendiri memilih keputusan ini karena ini adalah cara cepat aku keluar dari rumah.
              v(^_^)v
              Keputusanku sudah bulat tidak segitiga lagi. Tetapi hatiku masih ragu apakah aku bisa melewati hapalan yang banyak bahkan suasana baru yang aku tak kenal. Hari ini, aku mengemas barang-barang untuk pergi ke Pameungpeuk. Entahlah senang sekali bisa keluar dari suasana rumah yang sangat menyebalkan bagiku! Berulangkali, telepon rumah berdering, tanda SMS. Aku baca SMSnya, ternyata aku disuruh untuk mampir dulu ke rumah Dini, sahabatku. Berulangkali juga aku menolak, karena aku harus berangkat. Tapi akhirnya aku mendapat izin dari Ibu. Aku berjalan menyusuri irigasi yang berada di depan rumah. Rasanya aneh sekali seperti ada suatu kejutan yang aku tak bisa menebaknya. Tak butuh lama untuk sampai, aku melihat Dini berada di luar rumahnya. Dia menyuruhku untuk masuk ke kamar. Dan setelah aku buka…
“Darrrrrrrr!”  kelima sahabatku berhasil mengagetkanku. Sampai aku lari keluar rumah. Tapi Dini mencegahku.
“Haha… ini surprise dari kami!” sahutnya sambil tersenyum bahagia karena berhasil membuatku kaget dan ketakutan
              Aku diam dan tersenyum tipis. Aku kaget sekali melihat Hafsoh dan Indri menjadi pocong, Dini .L. dan Hani menjadi suster ngesot dan Farida menjadi Fampir. Mereka semua mengejarku ketika pintu dibuka. Setelah semua tertawa, kostum hantu mereka dibuka dan kami berpelukan. Kali ini, suasana berubah menjadi sedih.
“Aku harus ke Pameungpeuk sekarang. Selamat tinggal”
Aku dipeluk oleh kelima sahabatku. Mereka tak rela melepaskanku pergi jauh dari daerahku. Aku tersenyum tipis dan menjawab amanat mereka..
“Aku tak kan melupakan kalian”
Semua kenangan yang dilalu bersama lassca Twins, geng kami sangat indah. Bahkan terlalu indah untuk dikenang. Tapi ini adalah keputusanku yang membuat kelima sahabat kecewa. Padahal mereka yakin aku bisa masuk ke SMP yang sangat terbagus di daerah kami. Mereka terlihat berkaca-kaca bahkan sampai meneteskan air mata. Aku lepas pelukan hangat mereka. Dan melambaikan tangan. Aku berjalan meninggalkan wajah sedih sahabat-sahabatku. Mereka berlari dan memelukku kembali. Aku tahu ini kenyataan yang begitu pahit. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar